Rencana pertambangan nikel di Desa Podi Kecamatan Tojo Kabupaten
Tojo Una-Una akan menimbulkan bencana lumpur
Lapindo kedua. Mengingat wilayah Desa Podi di Kecamatan Tojo adalah kawasan
rawan bencana, berdasarkan penetapan dokumen rencana tata
ruang wilayah (RTRW) Kabupaten Tojo Una-Una untuk 2008-2028, oleh BAPPEDA Tojo Una-Una.
Merujuk pada dokumen itu, Desa Podi, dikategorikan sebagai kawasan
rawan bencana longsor dan banjir. Salah satu banjir
lumpur material yang terparah pernah terjadi pada tahun 1993, berdasarkan penuturan
Kepala Desa Podi. Wilayah lain yang masuk kategori rawan
bencana dalam RTRW Kabupaten Tojo Una-Una ialah wilayah Kecamatan Ulu Bongka.
Oleh sebab itu, kami dari Yayasan Merah Putih (YMP) menyatakan
bahwa pertambangan nikel yang akan dilakukan oleh
PT.Buana Artha Prima Selaras di Desa Podi, adalah tidak layak dan harus
dihentikan mulai saat ini juga.
Dokumen KA ANDAL yang diekspos oleh tim
peneliti dan konsultan bersama pihak perusahaan di BLHD Provinsi pada Selasa 14 Februari 2012, sama sekali tidak mencerminkan kelayakan tehnis
pertambangan untuk wilayah rawan bencana. Semua kajian dan
analisis tehnis yang dipaparkan para ahli tidak mengaitkannya dengan daya
dukung lingkungan Desa Podi yang rawan
bencana.
Karena itu, kami memandang seharusnya Bupati Tojo Una-Una mencabut
izin usaha pertambangan (IUP) nikel di Desa Podi. SK
tahun 2007 dengan areal seluas 7.414 Ha tersebut harus dicabut, dan menyatakan
bahwa Desa Podi dan sekitarnya tidak layak
pertambangan. Hal ini juga sesuai pengakuan Dinas Pertambangan Provinsi
Sulawesi Tengah yang menyatakan bahwa selain
tidak layak tambang, juga cadangan nikel di Podi sangat minim. Pihak Dsitamben Provinsi (ESDM) khawatir, jangan-jangan perusahaan justru
mengincar cadangan biji besi yang besar di sana, dengan berkedok menggunakan izin nikel.
Sedangkan, Dinas Kehutanan Provinsi juga sudah menyampaikan kepada
perusahaan bahwa areal yang ditunjuk dalam IUP
tersebut umumnya masuk dalam kawasan hutan lindung dan hutan produksi terbatas.
Yang kesemuanya dikategorikan sebagai hutan
primer, dan itu bertentangan dengan Inpres No 10 tahun 2011 tentang penghentian (moratorium) segala perizinan di dalam kawasan hutan primer. Penambangan yang dipaksakan di dalam hutan
primer itu melanggar hukum dan melecehkan
Instruksi Presiden.
Seperti yang diketahui bersama, di kawasan hulu Podi terdapat
Gunung Katopasa, yang mana pada lereng sebelah utaranya
yang menghadap ke Teluk Tomini mengalami erosi berkepanjangan. Turunan dari
erosi berkepanjangan itu yang menghasilkan ratusan kubik
material lumpur pasir dan kerikil, yang mengalir setiap waktu ke Desa Podi.
Baik pada saat ketika hujan turun maupun
tanpa ada curah hujan sekalipun. Sebelumnya, pada tahun 2007, Yayasan Merah
Putih pernah mengusulkan kepada Pemkab
Tojo Una-Una maupun Pemda Provinsi Sulawesi Tengah agar Podi dijadikan daerah bencana khusus. Agar daerah itu mendapat perlakuan ekstra
luar biasa dari pemerintah daerah dan nasional.
Berkaca dari kasus lumpur Lapindo di Sidoarjo, yang muncul karena
kesalahan fatal manusia yang menyepelekan potensi
endapan lumpur vulkanik di sana. Oleh sebab itu, kita juga berharap agar
pemerintah Tojo Una-Una, beserta masyarakat
Podi dan Kecamatan Tojo, serta kepada perusahaan, agar tidak menyepelekan
banjir lumput tahunan di Podi.
Sebab
jika itu dilakukan dan tambang tetap dipaksakan, maka kejadian lumpur Lapindo
akan terulang di Desa Podi. Yang tidak hanya akan materil dan pemukiman
warga, juga akan membuat wilayah itu tenggelam selamanya dari peta
wilayah Kabupaten Tojo Una-Una. Seperti hilangnya 13 kecamatan dari peta
wilayah Kabupaten Sidoarjo di Jawa Timur. Sekali
lagi, kami menolak penambangan nikel dan segala bentuk penambangan yang akan
dilakukan di Desa Podi Kecamatan Tojo Kabupaten Tojo Una-Una.
Azmi Sirajuddin
Koordinator
Divisi Advokasi & Jejaring
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimah kasih atas komentarnya