PALU-Pembukaan perkebunan berskala besar dan pertambangan merupakan salah satu penyebab utama kerusakan hutan di Sulawesi Tengah.
Ketua kelompok kerja Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD) wilayah Sulawesi Tengah Azmi Sirajuddin hari ini mengatakan setahun yang lalu, pemerintah memberlakukan Penundaan Ijin Baru di Hutan Primer berdasarkan Inpres Nomor 10 tahun 2011. Namun Inpres tersebut belum sepenuhnya dapat melindungi hutan alam.
“Kami memandang perlu dan segera dilakukan pembaharuan dan penguatan INPRES Nomor 10 tahun 2011, sebab jika tidak dilakukan maka lama kelamaan hutan alam akan beralih fungsi semisal untuk perkebunan dan pertambangan”Pintanya.
Ia menyebutkan di Sulteng sendiri terdapat beberapa perkebunan sawit diantaranya di Kabupaten Morowali, Banggai dan Buol sementara untuk pertambangan di Kabupaten Tojo Una-Una areal lahannya menggangu Cagar Alam Tojo di Desa Betaua dan Desa Uekuli.
Sementara itu di Kabupaten Morowali terdapat pemberian ijin pertambangan secara terus menerus. Hingga 2012, terdapat 300 izin pertambangan. Situasi tersebut membuktikan pemerintah daerah belum serius menjalankan dan menaati moratorium baik disektor kehutanan maupun di sektor pertambangan.
Ia menyebutkan luas hutan di Kabupaten Morowali saat ini mencapai 1,5 juta hektare, 250 ribu hektare di antaranya cagar alam Morowali. Dimana sekitar 90 % izin pertambangan yang diterbitkan oleh Pemkab Morowali telah merambah kawasan hutan, sedikitnya ada 10 perusahaan yang juga telah merambah Cagar Alam Morowali seluas 44.000 hektare."Saya yakin masih ada sejumlah perusahaan yang izin usahanya merusak hutan di Sulteng,"kata Azmi.
Azmi menyampaikan luas hutan di Sulteng mencapai 4 juta hektare dan sekitar 50 persennya dirambah atau dilalui perusahaan pertambangan dan perkebunan. Oleh sebab itu, pihaknya berharap pemerintah Sulteng mampu menekan pemerintah daerah untuk menghentikan pemberian izin pertambangan dan perkebunan baru demi menyelamatkan hutan dan lingkungan.
Azmi juga meminta proses moratorium hutan harus berbasiskan hasil capaian, transparansi dalam proses dan pelibatan publik secara lebih luas dan efektif menjadi satu keharusan, sehingga pencapaian komitmen dan penurunan emisi gas rumah kaca dan penyelamatan hutan alam di daerah dan Indonesia pada umumnya dapat dilaksanakan dengan baik(bal)
Sumber: berita Palu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimah kasih atas komentarnya