Tanggal 18 Mei 2011 adalah momen yang membahagiakan bagi masyarakat kota Luwuk, dan umumnya masyarakat Kabupaten Banggai. Setelah lebih sebulan lamanya sejak Pilkada tanggal 6 April 2011, yang penuh dengan gejolak politik dan hampir berbuah konflik bernuansa SARA. Masyarakat yang telah lelah oleh hiruk-pikuk dan intrik politik yang tidak memberikan manfaat, kembali dapat terhibur dan tersenyum penuh kebebasan, tanpa paksaan.
Kehadiran rombongan gajah dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Aceh, bekerjasama dengan BKSDA Sulawesi Tengah, dan Pemerintah Kabupaten Banggai, mampu memberikan kegembiraan luar biasa bagi masyarakat Luwuk dan sekitarnya. Delapan ekor gajah asal Sumatra yang terlatih, menyugughkan tontonan asyik dan menghibur. Masyarakat yang datang ke lapangan Alun-Alun Bumi Mutiara Luwuk, sepertinya tidak lagi terkotak-kotak oleh blok politik masing-masing kandidat Bupati/Wakil Bupati yang telah bertarung di arena Pilkada. Bahkan, sejumlah anggota tim sukses dari masing-masing enam pasangan kandidat Bupati/Wakil Bupati, tampak saling membaur dengan masyarakat. Mereka semuanya datang hanya untuk satu tujuan, menonton atraksi gajah.
Inti atrakasi gajah hari itu ialah “Gajah Bermain Bola”. Tapi, sebelumnya, mereka diarak keliling lapangan dan mengitari alun-alun untuk menyapa penonton yang sejak pukul 11 siang telah menyesaki areal tontotan tersebut. Anak-anak tampak sangat histeria dan berteriak tandan gembira ketika rombongan gajah melintas tepat di hadapan mereka. Sepertinya ada keinginan untuk mendekati rombongan gajah, namun juga ada rasa cemas, sebab takut kalau gajah-gajah itu tidak bersahabat.
Setelah berkeliling, satu per satu gajah diperkenalkan kepada penonton. Dari delapan ekor gajah itu, dua di antaranya gajah pejantan, usia 28 sampai 35 tahun. Yang satunya masih memiliki gading sepasang mengapit belalai, namun yang seekor lagi hanya menyisakan gading tunggal, yang katanya patah sewaktu terjepit di belahan pohon. Ada gajah yang bernama “Butet”, katanya pemberian nama dari mantan Menteri Kehutanan Hasrul Harahap. Tapi, Si Liong, gajah jantan yang masih utuh kedua gadingnya, paling jago bergoyang “Chaya-Chaya”, mengalahkan aksi Briptu Norman yang kesohor via You Tube tersebut. Ketika lagu Hindustani itu diperdengarkan, si Liong pun dengan ringannya menggoyangkan kepala dan badan, hingga beberapa kali menjatuhkan sang penunggang. Padahal, tubuh si Liong sangat besar dan bongsor.
Tapi, si Nurhayati ialah gajah yang paling jago berhitung. Seorang anak bernama Aldi tampil di dekat pemandu, dan bertanya “ 3 + 2 sama dengan berapa”. Dengan sigap, Nurhayati mendekati papan angka, dan menngambil angka bertuliskan “5”. Gemuruh tepuk-tangan penonton dan kegembiraan anak-anak kembali terdengar. Saat si Mido gajah jantan satunya diberi kesempatan, ia salah menjawab. Seorang anak bernama “Dewi” diberi kesempatan bertanya, dan dia menanyakan “4 – 2 sama dengan berapa”. Si Mido mendekati papan angka, tapi mengambil angka “6”. Sontak, penonton berteriak karena jawaban si Mido salah. Lagi-lagi, si Nurhayati yang membetulkan jawaban. Ia mengambil angka “2” dan berjala ke tengah lapangan. Penonton pun tersenyum dan berteriak “benar”, sambil ada sebahagian yang menggelengkan kepala tanda kekaguman atas atraksi gajah berhitung. Si Liong pun memberikan selamat kepada Nurhayati dengan menyentuh belalainya.
Tapi, ada dua ekor gajah betina yang menurut pemandu sangat legendaris di kalangan pelatih dan pemandu bakat di PLG Aceh. Si Manohara dan Isabela, dua ekor gajah betina yang kesohor karena menjadi anggota relawan pada saat bencana gempa dan tsunami Aceh tahun 2004 silam. Mereka berdua kala itu, dengan sigapnya membantu tim relawan kemanusiaan menemukan dan mengangkat jenazah korban, serta membantu membersihkan kota dari serakan dan puing-puing bangunan. Tampilan kedua gajah ini pemalu, lembut dan santun, tapi gesit dan kuat kala bekerja.
Saat bermain bola, kedua tim terdiri dari empat ekor gajah. Dan gajah yang menang waktu itu ialah gajah yang memakai rompi kuning, dengan mengalahkan gajah rompi merah, dengan kedudukan 2 – 1. Saat pemandu membunyikan peluit akhir, keempat gajah berompi merah satu per satu menyalami gajah berompi kuning dengan mengapitkan belalai mereka kepada belalai gajah rompi kuning. Ah, andai kata semua elit politik dan kandidat yang bertarung di arena Pilkada Banggai punya rasa sportifitas ala gajah. Jika kalah, mereka spontan mengakui kekalahan dan mengucapkan selamat kepada pemenang. [Azmi Sirajuddin].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimah kasih atas komentarnya