Pengakuan Masyarakat Adat Dalam Instrumen Hukum Nasional Klik di sini. Pengakuan Masyarakat Adat Dalam Instrumen Hukum Nasional.

Cari Blog Ini

Sabtu, 04 Juni 2011

Setegar Meranti di Hutan Lombuyan

Gerimis pagi dan tanah basah tidak menyurutkan langkah-langkah kami. Jas hujan yang membungkus tubuhku, seakan tak mampu menghalau dinginnya kabut tebal di kawasan pemandian Salodik, di Kabupaten Banggai. Hari itu, tanggal 26 Mei 2011, saya bersama Ketua dari Perkumpulan Banggai Heritage, Rahdart Nari, serta seorang pemandu lokal dari Desa Salodik , Pak Bambi. Hari itu, kami menemani seorang wisatawan perempuan dari Prancis, yang bernama Anne. Tujuan kami ketika itu, wisata alam tepatnya di dalam hutan. Dan lokasi yang kami pilih ialah Suaka Marsatwa Lombuyan, yang terletak di Desa Salodik di Kecamatan Luwuk.


Anne sendiri ialah pekerja di salah satu perusahaan komunikasi di Prancis. Selepas mengunjungi Kepulauan Togean di Kabupaten Tojo Una Una, dia berehat di Luwuk 2 hari, sebelum melanjutkan penerbangan ke Bali. Dia pun setuju ketika saya menawarkan wisata alam di kawasan hutan. Saya pun menghubungi Rahdart Nari dan Pak Bambi untuk menyertai perjalanan itu.

Suaka Marsatwa Lombuyan, adalah kawasan konservasi yang ditetapkan oleh pemerintah sejak tahun 1974. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 750/Kpts/Um/12/1974, tanggal 28 Desember 1974. Dengan total areal mencapai 3.665 Ha, yang terbahagi menjadi dua blok konservasi. Blok Lombuyan Satu (Beetan) dengan luas sekitar 2.025 Ha, serta Lombuyan Dua (Lombuyan) yang mencapai 1.640 Ha. Ketetapan tersebut diperkuat lagi oleh satu keputusan dari Menteri Kehutanan di tahun 1999.

Kawasan ini ditetapkan sebagai areal konservasi di Kabupaten Banggai karena keunikan fauna endemik Sulawesi seperti Anoa (Bubalus sp.), Rusa (Cervus timorensis), dan Monyet hitam (Macaca tonkeana), serta Babirusa (Babyroussa babirusa). Serta flora khas Sulawesi semacam kayu Meranti, Agatis, Palapi, Rao, Merbau, dan Bayam. Serta tumbuhan alam lainnya seperti Pinang, Pandan, Bambu, Rotan dan Gaharu.
Anne menyempatkan diri mengabadikan keindahan pemandian Salodik dengan air terjun mininya yang kecil dan berundak-undak. Selepas itu, kami melanjutkan perjalanan menuju Lombuyan Satu, yang terletak di sebelah timur pemandian. Kawasan ini merupakan hutan alam primer satu-satunya di Kabupaten Banggai yang masih utuh. Dengan ciri khas tumbuhan tropis yang menghijau hingga tajuk pepohonan saling menyentuh.

Si Cantik Meranti

Saat masuk ke dalam hutan, kami memilih jalur yang cukup landai, mengingat hari itu tanah basah dan licin. Serta Anne yang belum terbiasa masuk ke hutan, sehingga kami harus memperlambat langkah, sembari menunggu Anne yang berjalan di belakang. Sesaat saya menoleh ke belakang, Anne tampak berhenti sejenak, mengambil kameranya dan memotret sebatang pohon Meranti besar. Usia pohon itu sudah melebihi 50 tahun, menurut taksiran Pak Bambi. Tingginya sekitar 30 meter, dengan diameter batangnya yang besar pula. Saya bersama Pak Bambi dan Ardat mencoba mendekap batangnya. Tapi kami bertiga dengan tidak mampu memeluknya, padahal kami sudah saling menyambungkan tangan.

Anne tampak kagum dan takjub melihat pohon sebesar dan setinggi itu. Di negerinya di Prancis, tak pernah dia menjumpai pohon sebesar itu. “Ini anugerah Tuhan buat bangsa Indonesia”, katanya kepada kami. Sambil terus memotret dari berbagai sudut, sesekali dia bergumam “wah cantiknya”. Selepas memotret, dia berjalan ke arah kami bertiga dan tersenyum. Dia meminta kami untuk menjaga hutan ala mini. Katanya sayang sekali kalau sampai rusak akibat berbagai aktivitas manusia.

Kami melanjutkan perjalanan, lebih ke arah timur laut dari kawasan itu. Tak lama kemudian kami menemukan barisan bebatuan kars. Tidak jauh dari bebatuan kars itu, Pak Bambi menunjukan sebuah lubang vertikal yang dalam. Yang terbentuk oleh proses sedimentasi bebatuan kars di kawasan itu. Kelihatannya seperti gua vertikal yang sering muncul di saluran TV Discovery Chanel. Kami tidak berani lebih dekat ke lubang curam itu, sebab takut tergelincir ke bawah.

Pada saat rehat makan siang, di bawah rimbun pepohonan Agatis yang daunnya hijau pekat, serombongan burung Alo terbang melinta di atas kami. Gemuruh kepak sayapnya seakan memangkas tajuk pepohonan yang sangat tebal. Dengan suaranya yang khas terdengar seperti bunyi klakson mobil. Mungkin karena itu pula, orang Inggris menamainya Horn Bird.

“Jagalah Hutanmu”

Tanpa terasa, hari sudah semakin sore, dan jam di tangan saya menunjukan sudah pukul 15:42. Tampaknya, rencana ke Lombuyan Dua untuk melihat padang savanna tidak mungkin dilakukan. Mengingat hari menjelang petang, dan kaki-kaki kami sudah terasa pegal. Padahal, Anne sangat berhasrat melihat padang savanna di sana, dengan harapan dapat bertemu Rusa ataupun Anoa. Namun, kami memutuskan untuk turun dari puncak, berjalan ke arah barat laut dan mampir ke Desa Salodik sejenak.

Sambil berjalan pulang, saya bercerita kepadanya tentang kondisi umum hutan di Kabupaten Banggai. Saya melansir data Dinas Kehutanan Banggai bahwa saat ini luas kawasan Banggai mencapai 940.553 Ha. Sekitar 193.699 Ha diantaranya adalah kawasan lindung, yang sudah mencakup kawasan Lombuyan itu sebagai kawasan suaka dan pelestarian alam. Tapi, sekitar 747.158 Ha dari total luas wilayah Banggai merupakan kawasan budidaya untuk berbagai kepentingan. Total kawasan lindung ini, termasuk Lombuyan akan semakin terancam ke depan. Sebab, kecenderungan investasi yang semakin massif dengan kebutuhan lahan yang besar pula.

Apalagi, Sulawesi sudah diproyeksikan oleh Presiden SBY sebagai zona pengembangan sektor perkebunan besar dan pertambangan nikel. Kebijakan itu dikeluarkan oleh Presiden SBY demi alasan pengembangan zona-zona pertumbuhan ekonomi baru. Kami sangat khawatir, jika kelak kawasan Lombuyan ini juga akan dicaplok untuk kebutuhan investasi perkebunan besar dan pertambangan nikel.

Apalagi, saat ini sudah berkembang perkebunan sawit dari tiga perusahaan. Sejak tahun 1990-an, PT KLS sudah memperoleh izin HGU untuk perkebunan sawit seluas 6.010 Ha. Serta pada tahun 2008, melalui izin lokasi yang dikeluarkan oleh Bupati Banggai, dua perusahaan sawit memperoleh peluang pengembangan. PT Sawindo Cemerlang dengan luas lokasi 12.000 Ha, serta PT Wira Mas Permai dengan luas lokasi sebesar 17.500 Ha. Antara tahun 2007 sampai tahun 2008, Bupati Banggai juga mengeluarkan izin Kuasa Pertambangan (KP) sebanyak 42 izin. Diperuntukan bagi pertambangan nikel, dan saat ini sudah ada tiga perusahaan yang telah beroperasi.

Hal-hal semacam inilah yang mengganggu pikiran kami. Belum lagi, ancaman dampak perubahan iklim akibat pemanasan global yang berkepanjangan. Kami khawatir sekali, jangan sampai deforestasi dan degradasi hutan yang dituding sebagai salah satu penyebab pemanasan global di Indonesia, bersumber dari hutan di Banggai. Hal ini cukup beralasan, sebab, selain karena adanya perkebunan sawit itu, juga telah ada aktifitas pembalakan. Oleh tiga perusahaan yang masih aktif melakukan pembalakan, dengan izin IUPHHK, yang dulunya bernama Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Dengan total luas konsesi tiga perusahaan itu mencapai 222.400 Ha.

Saat tiba di ujung jalan kampung, Anne mendekat dan menyampaikan satu pesan. Menurutnya, hutan di kawasan SM.Lombuyan Blok Satu masih terjaga dan menyimpan kekayaan alamnya. Sayang sekali, bila sampai rusak dan dipangkas hanya karena kepentingan investasi. “Jagalah hutanmu”, begitu bunyi pesannya kepada kami. Dia tidak ingin, pohon secantik Meranti harus lenyap dari pandangan mata, hanya karena ditebang. “Pohon itu harus tetap berpijak di tanah yang mengusungnya menjulang”. Itu pesan terakhirnya, sebelum mobil penjemput datang mengantarkan kami kembali ke Luwuk. Meninggalkan Pak Bambi dengan lambaian tangannya yang penuh makna.

Sebelum menuju ke tangga pesawat yang akan membawanya ke Bali, hari itu di ruangan tunggu Bandara Bubung, Luwuk, dia menaruh harapan besar kepada Yayasan Merah Putih (YMP) dan Perkumpulan Banggai Heritage. Berharap, agar kedua organisasi ini melakukan berbagai cara untuk penyelamatan hutan di Banggai dan di Sulawesi Tengah. Ketika di Prancis nanti, dia akan membantu mengkampanyekan penyelamatan hutan ini kepada masyarakatnya.[Azmi Sirajuddin]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimah kasih atas komentarnya



Klik MUSIK Untuk mendengarkan )